Thursday 3 November 2011

INDIVIDU KELUARGA DAN MASYARAKAT


BAB III

INDIVIDU KELUARGA DAN MASYARAKAT

 

• Pengertian Individu :

Individu berasal dari kata latin, “individuum” artinya “yang tak terbagi”. Jadi, individu berarti bagian terkecil dari kelompok masyarakat yang tidak dapat dipisah lagi menjadi bagian yang lebih kecil.

• Pegertian Keluarga :

Menurut pendapat Ki Hajar Dewantara adalah “ kumpulan beberapa orang yang karena terikat oleh suatu turunan lalu mengerti dan merasaberdiri sebagai suatu gabungan yang hakiki, esensial, enak dan berkehendak bersama-sama memperteguh gabungan iu untuk memuliakan masing-masing anggotanya”.

• Pengertian Masyarakat :

Prof. M. M. Djojodiguno berpendapat “ suatu kebulatan daripada segala perkembangan dalam hidup bersama antara manusia dengan manusia lainnya.
Menurut R.linton “ bahwa masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan berkerja sama sehingga mereka ini dapat mengkoordinasikan dirinya tentang dirinya dalam 1 kesatuan social dengan batas-batas tertentu.


Seperti sebuah tanaman / pohon jika kita menanamnya berasal dari bibit yang unggul maka hasilnya akan bagus , sebaliknya jika kita menanamnya dari bibit yang kurang bagus maka hasilnya akan kurang memuaskan. Begitu pula dengan hubungan antara individu dan keluarga, jika keluarga tersebut berasal dari keluarga yang baik maka akan menghasilkan individu yang baik pula.

Di zaman sekarang banyak kita temukan masalah sosial yang berhubungan dengan individu dimana kasusnya individu zaman sekarang sulit untuk dikontrol , biasanya individu sekarang sifatnya sangat bebas mereka lebih sering melakukan tindakan yang lebih memprioritaskan kepentingan pribadi yang penting menguntungkan dirinya sendiri. Hal ini dikarenakan kurangnya peranan keluarga dalam membangun individu , padahal keluarga memiliki beberapa fungsi tertentu untuk membangun sifat individu yang baik. Untuk menyelesaikan masalah sosial tersebut keluarga harus memiliki beberapa fungsi antara lain :

1. Fungsi Pendidikan. Dalam hal ini tugas keluarga adalah mendidik dan menyekolahkan anak untuk mempersiapkan kedewasaan dan masa depan anak bila kelak dewasa.

2. Fungsi Sosialisasi anak. Tugas keluarga dalam menjalankan fungsi ini adalah bagaimana keluarga mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik.

3. Fungsi Perlindungan. Tugas keluarga dalam hal ini adalah melindungi anak dari tindakan-tindakan yang tidak baik sehingga anggota keluarga merasa terlindung dan merasa aman.

4. Fungsi Perasaan. Tugas keluarga dalam hal ini adalah menjaga secara instuitif merasakan perasaan dan suasana anak dan anggota yang lain dalam berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama anggota keluarga. Sehingga saling pengertian satu sama lain dalam menumbuhkan keharmonisan dalam keluarga.

5. Fungsi Religius. Tugas keluarga dalam fungsi ini adalah memperkenalkan dan mengajak anak dan anggota keluarga yang lain dalam kehidupan beragama, dan tugas kepala keluarga untuk menanamkan keyakinan bahwa ada keyakinan lain yang mengatur kehidupan ini dan ada kehidupan lain setelah di dunia ini.

6. Fungsi Ekonomis. Tugas kepala keluarga dalam hal ini adalah mencari sumber-sumber kehidupan dalam memenuhi fungsi-fungsi keluarga yang lain, kepala keluarga bekerja untuk mencari penghasilan, mengatur penghasilan itu, sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi rkebutuhan-kebutuhan keluarga.

7. Fungsi Rekreatif. Tugas keluarga dalam fungsi rekreasi ini tidak harus selalu pergi ke tempat rekreasi, tetapi yang penting bagaimana menciptakan suasana yang menyenangkan dalam keluarga sehingga dapat dilakukan di rumah dengan cara nonton TV bersama, bercerita tentang pengalaman masing-masing, dsb.

8. Fungsi Biologis. Tugas keluarga yang utama dalam hal ini adalah untuk meneruskan keturunan sebagai generasi penerus.

9. Memberikan kasih sayang,perhatian,dan rasa aman diaantara keluarga, serta membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga.

Sedangkan hubungan antara individu dengan masyarakat adalah jika di dalam masyarakat terdapat sekumpulan individu yang memiliki sifat unggul maka kehidupan di masyarakat tersebut akan aman, damai dan sejahtera.
Kalau kita menginginkan sebuah masyarakat yang sejahtera kita harus memperbaiki individu terlebih dahulu bukan langsung memperbaiki masyarakat tersebut. Sama seperti mobil terbuat dari berbagai unsur terkecil dan besar, namun mobil tidak akan jalan apa bila tidak ada sopirnya.


HUBUNGAN ANTARA INDIVIDU KELUARGA DAN MASYARAKAT
Selain keluarga, perilaku masyarakat disekitarnya pun turut berperan dalam menentukan pola perkembangan suatu individu. Masyarakat sendiri berarti suatu istilah yang digunakan untuk menerangkan komuniti manusia yang tinggal bersama-sama. Boleh juga dikatakan masyarakat itu merupakan jaringan perhubungan antara berbagai individu. Dari segi pelaksanaan, ia bermaksud sesuatu yang dibuat – atau tidak dibuat – oleh kumpulan orang itu. Masyarakat merupakan subjek utama dalam pengkajian sains sosial(4).
Dalam perkembangan dan pertumbuhannya masyarakat dapat digolongkan menjadi :
  1. Masyarakat sederhana. Dalam lingkungan masyarakat sederhana (primitive) pola pembagian kerja cenderung dibedakan menurut jenis kelamin. Pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin, nampaknya berpangkal tolak dari latar belakang adanya kelemahan dan kemampuan fisik antara seorang wanita dan pria dalam menghadapi tantangan-tantangan alam yagn buas saat itu.
  2. Masyarakat Maju. Masyarakat maju memiliki aneka ragam kelomok sosial, atau lebih dikenal dengan sebuatan kelompok organisasi kemasyarakatan yang tumbuh dan berkembang berdasarkan kebutuhan serta tujuan tertentu yang akan dicapai.
Kemudian dalam perkembangannya masyarakat dapat pula digolongkan menjadi masyarakat non industri dan masyarakat industri.
1. Masyarakat non industri
Terbagi menjadi dua kelompok :
a. Kelompok Primer
Dalam kelompok primer, interaksi antar anggota terjalin lebih intensif, lebih erat, lebih akrab. Biasa disebut juga dengan kelompok “face to face group”, sebab para anggota kelompok sering berdialog, bertatap muka, karena itu saling mengenal lebih dekat, lebih akrab.
b. Kelompok sekunder
Antara anggota kelompok sekunder, terpaut saling hubungan tak langsung, formal, juga kurang bersifat kekeluargaan. Oleh sebab itu, sifat interaksi, pembagian kerja, pembagian kerja antaranggota kelompok diluar atas dasar pertimbangan-pertimbangan rasional, Obyektif.
2. Masyarakat industri
Masyarakat yang pembagian kerjanya bertambah kompleks, suatu tanda  bahwa kapasitas masyarakat semakin tinggi. Solidaritas didasarkan pada hubungan saling ketergantungan antara kelompok-kelompok masyarakat yang telah mengenal pengkhususan. Otonomi sejenis, juga menjadi ciri dari bagian masyarakat industri. Otonomi sejenis dapat diartikan dengan kepandaian khusus yang dimiliki seseorang secara mandiri, sampai pada batas-batas tertentu.
Contoh-contohnya : tukang sepeda, tukang sandal, tukang bubur, dsb(5).
Manusia sebagai makhluk individu dalam arti tidak dapat di pisahkan antara jiwa dan raganya, dalam proses perkembangannya perlu keterpaduan antara perkembangan jasmani maupun rohaninya. Sebagai makhluk sosial seorang individu tidak dapat berdiri sendiri, saling membutuhkan antara yang satu dengan yang lainnya, dan saling mengadakan hubungan sosial di tengah–tengah masyarakat.
Keluarga dengan berbagai fungsi yang dijalankan adalah sebagai wahana dimana seorang individu mengalami proses sosialisasi yang pertama kali, sangat penting artinya dalam mengarahkan terbentuknya individu menjadi seorang yang berpribadi. Sebagai bagian yang tak terpisahkan dengan masyarakat, keluarga mempunyai korelasi fungsional dengan masyarakat tertentu, oleh karena itu dalam proses pengembangan individu menjadi seorang yang berpribadi hendaknya diarahkan sesuai dengan struktur masyarakat yang ada, sehingga seorang individu  menjadi seorang yang dewasa dalam arti mampu mengendalikan diri dan melakukan hubungan – hubungan sosial di dalam masyarakat yang cukup majemuk.
Masyarakat adalah kelompok manusia yang saling berinteraksi yang memiliki prasarana untuk kegiatan tersebut dan adanya saling keterikatan untuk mencapai tujuan bersama. Masyarakat adalah tempat kita bisa melihat dengan jelas proyeksi individu sebagai bagian keluarga, keluarga sebagai tempat terprosesnya, dan masyarakat adalah tempat kita melihat hasil dari proyeksi tersebut.
Individu yang berada dalam masyarakat tertentu berarti ia berada pada suatu konteks budaya tertentu. Pada tahap inilah arti keunikan individu itu menjadi jelas dan bermakna, artinya akan dengan mudah dirumuskan gejala – gejalanya. Karena di sini akan terlibat individu sebagai perwujudan dirinya sendiri dan merupakan makhluk sosial sebagai perwujudan anggota kelompok  atau anggota masyarakat(6).
Aspek individu, keluarga, masyarakat adalah aspek-aspek sosial yang tidak bisa dipisahkan. Yakni, tidak akan pernah ada keluarga dan masyarakat apabila tidak ada individu. Sementara di pihak lain untuk mengembangkan eksistensinya sebagai manusia, maka individu membutuhkan keluarga dan masyarakat, yaitu media di mana individu dapat mengekspresikan aspek sosialnya serta menumbuhkembangkan perilakunya. Karena tak dapat dipungkiri bahwa perilaku sosial suatu individu tersebut bergantung dari keluarga dan masyarakat disekitarnya. Keluarga sebagai lingkungan pertama seorang individu memiliki peran paling besar dalam pembentukan sikap suatu individu, sedang masyarakat merupakan media sosialisasi seorang individu dalam menyampaikan ekspresinya secara lebih luas. Sehingga dapat menjadi suatu tolak ukur apakah sikapnya benar atau salah dalam suatu masyarakat tersebut.
URBANISASI
Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota. Urbanisasi adalah masalah yang cukup serius bagi kita semua. Persebaran penduduk yang tidak merata antara desa dengan kota akan menimbulkan berbagai permasalahan kehidupan sosial kemasyarakatan. Jumlah peningkatan penduduk kota yang signifikan tanpa didukung dan diimbangi dengan jumlah lapangan pekerjaan, fasilitas umum, aparat penegak hukum, perumahan, penyediaan pangan, dan lain sebagainya tentu adalah suatu masalah yang harus segera dicarikan jalan keluarnya.
Berbeda dengan perspektif ilmu kependudukan, definisi Urbanisasi berarti persentase penduduk yang tinggal di daerah perkotaan. Perpindahan manusia dari desa ke kota hanya salah satu penyebab urbanisasi. perpindahan itu sendiri dikategorikan 2 macam, yakni: Migrasi Penduduk dan Mobilitas Penduduk, Bedanya Migrasi penduduk lebih bermakna perpindahan penduduk dari desa ke kota yang bertujuan untuk tinggal menetap di kota. Sedangkan Mobilitas Penduduk berarti perpindahan penduduk yang hanya bersifat sementara atau tidak menetap.
Untuk mendapatkan suatu niat untuk hijrah atau pergi ke kota dari desa, seseorang biasanya harus mendapatkan pengaruh yang kuat dalam bentuk ajakan, informasi media massa, impian pribadi, terdesak kebutuhan ekonomi, dan lain sebagainya.
Pengaruh-pengaruh tersebut bisa dalam bentuk sesuatu yang mendorong, memaksa atau faktor pendorong seseorang untuk urbanisasi, maupun dalam bentuk yang menarik perhatian atau faktor penarik. Di bawah ini adalah beberapa atau sebagian contoh yang pada dasarnya dapat menggerakkan seseorang untuk melakukan urbanisasi perpindahan dari pedesaaan ke perkotaan.
A. Faktor Penarik Terjadinya Urbanisasi
  1. Kehidupan kota yang lebih modern
  2. Sarana dan prasarana kota lebih lengkap
  3. Banyak lapangan pekerjaan di kota
  4. Pendidikan sekolah dan perguruan tinggi lebih baik dan berkualitas
B. Faktor Pendorong Terjadinya Urbanisasi
  1. Lahan pertanian semakin sempit
  2. Merasa tidak cocok dengan budaya tempat asalnya
  3. Menganggur karena tidak banyak lapangan pekerjaan di desa
  4. Terbatasnya sarana dan prasarana di desa
  5. Diusir dari desa asal
  6. Memiliki impian kuat menjadi orang kaya
C. Keuntungan Urbanisasi
  1. Memoderenisasikan warga desa
  2. Menambah pengetahuan warga desa
  3. Menjalin kerja sama yang baik antarwarga suatu daerah
  4. Mengimbangi masyarakat kota dengan masyarakat desa

Dampak Urbanisasi dalam Aspek Sosial-Budaya
Perbincangan mengenai akibat urbanisasi bagi masyarakat desa, selama ini lebih banyak mengungkapkan pada aspek sosial ekonomi, sementara sorotan terhadap aspek sosial budaya dirasakan masih kurang. Pada hal sebagaimana dinyatakan beberapa ahli seperti Zelinsky (1971:222) dan Lewis (1982:168) bahwa mobilitas penduduk me-megang peranan penting dalam perubahan sosial-budaya dengan cara membawa ma-syarakat dari kehidupan tradisional ke sua-sana dan cara hidup modern yang dibawa dari luar. Perubahan tersebut termasuk per-geseran nilai dan norma serta jaringan dan pola hubungan kekerabatan di pedesaan.
Sebenarnya tidaklah mudah menge-mukakan perubahan yang terjadi pada aspek sosial budaya ini, karena tidak begitu nampak secara nyata seperti halnya pada perubahan sosial ekonomi. Sehingga untuk mengetahuinya diperlukan pengamatan yang agak intensif dan wawancara mendalam dengan beberapa tokoh masyarakat yang benar-benar menguasai pemasalahan. Bebe-rapa perubahan dalam aspek sosial budaya antara lain tersebut di bawah ini.
Pertama, perubahan yang paling nampak dalam aspek sosial budaya adalah dalam bidang pendidikan. Beberapa infor-man mengemukakan bahwa sejak sekitar dua puluh tahun terakhir ini, yaitu sejak berangsurnya penduduk Desa Jetis melaku-kan urbanisasi, maka kesadaran penduduk untuk menyekolahkan semakin meningkat. Bila pada tahun 1970-an kebanyakan orang tua hanya menyekolahkan hingga tamat SD, dan sangat sedikit yang menyekolahkan hingga sekolah lanjutan, kini sebagian besar telah menyekolahkan anak-anak mereka hingga ke jenjang sekolah lanjutan atas, bahkan hingga perguruan tinggi. Di desa Jetis, tidaklah aneh bila orang tuanya   bekerja di kota sebagai pedagang bakso, sementara anaknya kuliah di perguruan tinggi. Tanpa mengabaikan pengaruh varia-bel lain, misalnya fasilitas pendidikan yang semakin banyak hingga ke pelosok desa, urbanisasi berdampak pada peningkatan kesadaran menyekolahkan anak, wawasan dan pemikiran semakin terbuka setelah ba-nyak berhubungan dengan masyarakat luar, dan melihat perkembangan pembangunan yang terjadi di tempat lain. Apalagi ke-sadaran ini semakin ditunjang peningkatan pendapatan sehingga mereka mampu membiayai pendidikan anaknya.
Kedua, urbanisasi juga berdampak pada perubahan peranan dan tanggung jawab wanita. Kenyataan ini terutama nampak pada wanita yang ditinggal suaminya bekerja di kota, mereka harus bertindak sebagai kepala rumah tangga selama suaminya tidak ada di rumah. Wanita tidak hanya bertanggung jawab atas kegiatan di dalam rumah tangga, tetapi juga harus melakukan kegiatan kemasyarakatan atas nama suami.  Secara tidak langsung mengubah kebiasaan menempat-kan kaum wanita hanya sebagai ibu rumah tangga serta berurusan dengan kegiatan wanita saja. Sebagaimana program pemerintah yang menuntut kaum wanita untuk turut serta dalam kegiatan di luar rumah tangga.
Ketiga, dampak urbanisasi juga ter-lihat pada kelembagaan keluarga, khususnya dalam sistem perkawinan, di mana sekarang ini orang tua tidak lagi dominan dalam menentukan pilihan jodoh bagi anaknya. Dalam kasus di Desa Jetis ini, banyak di antara pemuda-pemudinya yang memperoleh pasangan hidup dari luar daerah atas dasar pilihannya sendiri, dan kebanyakan jodohnya tersebut diperoleh di kota tempat mereka bekerja. Dampak lain adalah semakin meningkatnya usia perka-winan. Kalau pada tahun 1970-an anak gadis yang belum berumur 18 tahun sudah di-nikahkan, kini umur kawin telah meningkat dan cenderung “diprogram” oleh mereka sendiri.
Keempat, urbanisasi memberikan pengaruh pada meluasnya kerangka pemi-kiran penduduk desa serta mengubah perilaku masyarakat dari orientasi sosial ke orientasi komersial. Dalam hal ini telah terjadi perubahan apresiasi nilai uang pada seluruh warga desa, atau dengan kata lain meminjam istilah beberapa ahli, di desa tersebut telah terjadi monetisasi dan komersialisasi aktivitas yang semula bersifat sosial. Kegiatan gotong-royong yang selama ini dipandang merupakan aktivitas luhur yang kita banggakan kini semakin luntur. Contoh nyata dalam hal ini adalah bahwa dewasa ini kegiatan memperbaiki rumah, membangun pagar, membuat sumur, dan kegiatan-kegiatan lain di sekitar rumah tangga sekarang tidak lagi dilakukan dengan cara sambatan atau tolong-menolong antar tetangga, melainkan dilakukan dengan membayar tenaga tukang.
Kelima, dari segi hubungan kekera-batan, urbanisasi sering diasosiasikan dengan melemahnya atau longgar-nya hubungan kekerabatan. Dengan kata lain, makin meningkat kegiatan mobilitas penduduk akan semakin melonggarkan ke-terikatan mereka dengan kehidupan pen-duduk setempat. Lemahnya hubungan keke-rabatan sebenarnya tergantung dari persepsi yang diberikan. Secara fisik, memang kepergian mereka ke luar desa mengaki-batkan semakin berkurangnya kesempatan mereka untuk mengikuti acara atau peris-tiwa sosial di desa. Tetapi secara batiniah hubungan dan ikatan dengan daerah asal itu ada beragam perilaku. Ada yang memang merasa masih memiliki ikatan kuat dengan kerabatnya di desa. Hal ini ditunjukkan dengan perilaku kepulangan mereka setiap saat ke desa asal. Tetapi ada pula yang sudah mulai “ogah-ogahan” pulang ke desa, dan dengan demikian ikatan kekerabatan juga sudah melonggar.
Keenam, secara sosial, urbanisasi akan berpengaruh pada kesejahteraan ke-luarga migran yang bersangkutan. Hal ini berkait dengan kehidupan keluarga mereka yang terpaksa harus hidup terpisah sampai jangka waktu yang tidak diketahui batasnya. Sekalipun mereka pada waktu-waktu ter-tentu pulang ke desa, namun kese-jahteraan keluarga akan lebih terjamin bila mereka selalu berkumpul dalam satu rumah. Namun demikian, hal ini nampaknya tidak terlalu dirisaukan oleh orang desa, sebagai masyarakat desa yang biasa hidup sub-sistensi, nampaknya pemenuhan kebutuhan ekonomi lebih mendominasi pemikiran mereka dalam soal kesejahteraan hidupnya.
Ketujuh, orang-orang “sukses” di kota ini dapat menumbuhkan kemampuan dan keinginan untuk berkompetisi atau bersaing. Dari sisi positif kompetisi dan persaingan ini akan sehat dan baik apabila mendorong mereka terpacu dan semakin giat bekerja, sehingga keberhasilan ini akan semakin dapat dirasakan penduduk desa. Di sisi lain kompetisi dan persaingan ini akan menjadi tidak sehat karena membuahkan perilaku budaya baru yang disebut dengan budaya “pamer” dengan menggunakan ke-kuatan ekonomi. Karena budaya “pamer” ini tidak sesuai dengan budaya Jawa yang berusaha untuk konform dengan lingkungan sekitar. Dalam hal ini, orang mencari penga-kuan dan kehormatan melalui kekayaannya. Data di atas sesuai dengan sinyalemen Saefullah (1994:40) yang menyatakan penggunaan uang untuk membeli tanah, mendirikan rumah, membeli sepeda motor, dan alat-alat rumah tangga modern tam-paknya terdorong oleh apirasi mobilitas sosial.
Kedelapan, pengaruh urbanisasi juga nampak pada kebiasaan berpakaian dan makan. Perubahan dalam hal berpakaian tidak semata-mata karena evolusi alamiah, melainkan juga karena ada kontak dengan dunia luar atau ada pihak yang memper-kenalkan. Media massa dan iklan dapat mempengaruhi kebiasaan masyarakat dalam berpakaian dan makan, tetapi dampaknya tidak akan efektif apabila tidak ada orang yang memberikan contoh nyata dalam kesehariannya. Setelah melihat cara-cara baru berpakaian dan mengenal macam-macam makanan modern sekembalinya ke desa diperlihatkan kepada orang-orang desa.
Kesembilan, perubahan juga nampak pada pergaulan remaja, serta interaksi antara generasi muda dengan orang tua. Dari sisi positif, urbanisasi mendorong penduduk untuk memperluas pergaulan dan penga-laman, dengan akibat lebih lanjut pada keinginan mereka untuk meningkatkan ke-mampuan diri. Sedangkan di pihak lain sebagian remaja yang pergi ke kota mem-bawa kebiasaan baru yang bersifat negatif yang diperolehnya di kota seperti minum-minuman yang mengandung alkohol, ber-judi. Dampak negatif yang lain adalah mulai berkurangnya penghormatan terhadap orang tua. Memang hanya sedikit warga Desa Jetis yang melakukan kegiatan negatif semacam itu, meskipun demikian perilakunya dapat mengganggu kehidupan masyarakat secara keseluruhan. Dalam hal interaksi antara generasi muda dengn orang tua seringkali ditemui adanya kesenjangan, baik dalam hal nilai, norma dan berakibat pada perilaku kesehariannya.



Kesimpulan dan Implikasi
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpul-kan bahwa urbanisasi yang dilakukan penduduk desa Jetis sejak tahun 1970-an antara lain disebabkan faktor pendorong dari desa, yaitu hilangnya kesempatan kerja sebagai akibat terjadinya kemacetan industri tenun, dan kemudian ditunjang oleh daya tarik kota yang mereka ketahui dari orang-orang yang telah berurbanisasi. Arus urbanisasi mengalami peningkatan yang pesat, karena adanya kesenjangan yang besar dalam segi penghasilan antara di desa dan di kota.
Sebagai pendatang dengan latar bela-kang pendidikan yang rendah, dan  ketrampilan yang kurang memadai, umum-nya mereka bekerja pada sektor informal. Sedangkan dalam hal tempat tinggal, umum-nya mereka menyewa rumah atau kamar secara patungan beberapa orang kemudian mereka tempati secara bersama-sama. Kon-disi tempat tinggal mereka umumnya kurang memenuhi syarat kesehatan, dan kondisi ini seringkali bertolakbelakang dengan rumah yang mereka miliki di desa.
Urbanisasi telah menjadi penghu-bung antara desa dengan kota. Mereka yang melakukan urbanisasi secara praktis telah menjadi sumber kemajuan dan kehidupan dunia luar serta menjadi model manusia modern di desa asalnya. Dengan demikian, urbanisasi telah membuat masyarakat desa menjadi semakin berwawasan luas, bersikap progresif, dan terbuka terhadap perubahan.   Urbanisasi penduduk desa Jetis ter-nyata memberikan dampak dalam berbagai aspek kehidupan bagi penduduk desa. Dampak urbanisasi pada aspek sosial ekonomi yang paling nampak adalah terjadinya peningkatan kesejahteraan hidup warga masyarakat. Secara fisik perubahan yang dapat dilihat adalah semakin banyak-nya bangunan rumah baru dengan model baru, terutama dibangun oleh penduduk yang melakukan urbanisasi. Perubahan seca-ra fisik yang lain nampak pada pem-bangunan prasarana dan sarana umum se-perti jalan, jembatan, dan sarana peribadat-an. Sedangkan dalam bidang pertanian, dampak yang ditimbulkan nampaknya cen-derung kurang menguntungkan. Hal ini terlihat dari sulitnya pemilik sawah untuk mencari tenaga buruh tani di desa setempat, sehingga terpaksa mereka mendatangkan buruh tani dari daerah lain.
Pada aspek sosial budaya, perubahan yang paling nampak sebagai akibat urbanisasi adalah dalam bidang pendidikan, dalam arti semakin tingginya tingkat pen-didikan yang dicapai oleh penduduk setem-pat. Dampak lain adalah kemampuan me-reka dalam mencari nafkah di kota di satu sisi telah menumbuhkan budaya kompetisi dan persaingan, di sisi lain timbul budaya “pamer” untuk meningkatkan status sosial.
Implikasi dari kasus urbanisasi di desa Jetis adalah perlu adanya kebijaksa-naan yang mengarahkan urbanisasi menjadi peluang untuk mempercepat proses pem-bangunan desa ke arah yang lebih positif, yaitu dengan memanfaatkan mereka yang melakukan urbanisasi untuk berperan se-bagai media dalam upaya memindahkan pengalaman pembangunan dari daerah lain untuk diterapkan di desanya, dengan kata lain mereka diberi peran sebagai agent of change bagi pembangunan desanya.
Implikasi yang lain adalah bahwa dengan peningkatan sarana dan prasarana transportasi dan jaringan komunikasi perlu adanya pemikiran tentang strategi kebijak-sanaan yang mengintegrasikan antara pem-bangunan desa dengan pembangunan kota.

1 comment: