Pada awal tahun 2012 ini saya pulang kampung sekaligus berwisata ke danau toba untuk pertama kali. Ternyata danau toba itu sungguh indah.
Ini hasil jempretan saya:
Dalam hati saya indah sekali alam ciptaan Tuhan ini. Disana saya pun berkunjung ke pulau Samosir, ternyata luas juga ya.... :) (maklum baru pertama kalee,hehehe). Dengan mengunakan perahu motor dengan biaya 20.000 rupiah per kepala kita bisa pulang-pergi dari tepi danau hingga pulau samosir.
Nah, saya pengen tau nih asal muasal danau toba ini. Dan untungnya ada teman bokap yang tahu sejarahnya. Ceritanya begini:
Di sebuah desa di wilayah Sumatera, hidup seorang petani. Ia seorang petani yang rajin bekerja walaupun lahan pertaniannya tidak luas (katanya temen bokap). Ia bisa mencukupi kebutuhannya dari hasil kerjanya yang tidak kenal lelah. Sebenarnya usianya sudah cukup untuk menikah (wah sama kaya temen gw), tetapi ia tetap memilih hidup sendirian (klo ini bukan kaya temen gw, karna gk laku aja dia, hehehe). Di suatu pagi hari yang cerah, petani itu memancing ikan di sungai. “Mudah-mudahan hari ini aku mendapat ikan yang besar,” kata petani tersebut dalam hati. Beberapa saat setelah kailnya dilemparkan, kailnya terlihat bergoyang-goyang. Ia segera menarik kailnya. Petani itu bersorak kegirangan (hore...hore...hore..) setelah mendapat seekor ikan cukup besar.
Ia takjub melihat warna sisik ikan yang indah. Sisik ikan itu berwarna kuning emas kemerah-merahan. Kedua matanya bulat dan menonjol memancarkan kilatan yang menakjubkan. “Tunggu, aku jangan dimakan! Aku akan bersedia menemanimu jika kau tidak jadi memakanku.” Petani tersebut terkejut mendengar suara dari ikan itu. Karena keterkejutannya, ikan yang ditangkapnya terjatuh ke tanah. Kemudian tidak berapa lama, ikan itu berubah wujud menjadi seorang gadis yang cantik jelita (wow mantaps ). “Bermimpikah aku?,” gumam petani.
“Jangan takut pak, aku juga manusia seperti engkau. Aku sangat berhutang budi padamu karena telah menyelamatkanku dari kutukan Dewata,” kata gadis itu. “Namaku Puteri, aku tidak keberatan untuk menjadi istrimu,” kata gadis itu seolah mendesak. Petani itupun mengangguk (yaelah, gw juga mau kalee). Maka jadilah mereka sebagai suami istri (jadi pengen mancing nih, he...he...he..). Namun, ada satu janji yang telah disepakati, yaitu mereka tidak boleh menceritakan bahwa asal-usul Puteri dari seekor ikan. Jika janji itu dilanggar maka akan terjadi petaka dahsyat (serem...).
Setelah sampai di desanya, gemparlah penduduk desa melihat gadis cantik jelita bersama petani tersebut (kaya Katy Perry kale ya..). “Dia mungkin bidadari yang turun dari langit,” gumam mereka. Petani merasa sangat bahagia dan tenteram. Sebagai suami yang baik, ia terus bekerja untuk mencari nafkah dengan mengolah sawah dan ladangnya dengan tekun dan ulet (yaelah, gw juga kaya gitu klo situasinya begitu, senangnya.....). Karena ketekunan dan keuletannya, petani itu hidup tanpa kekurangan dalam hidupnya. Banyak orang iri, dan mereka menyebarkan sangkaan buruk yang dapat menjatuhkan keberhasilan usaha petani (sirik tanda tak mampu...). “Aku tahu Petani itu pasti memelihara makhluk halus! ” kata seseorang kepada temannya. Hal itu sampai ke telinga Petani dan Puteri. Namun mereka tidak merasa tersinggung, bahkan semakin rajin bekerja.
Setahun kemudian, kebahagiaan Petani dan istri bertambah, karena istri Petani melahirkan seorang bayi laki-laki. Ia diberi nama Putera (klo anak gw Joseph Wade, ha...ha...ha..). Kebahagiaan mereka tidak membuat mereka lupa diri. Putera tumbuh menjadi seorang anak yang sehat dan kuat. Ia menjadi anak manis tetapi agak nakal. Ia mempunyai satu kebiasaan yang membuat heran kedua orang tuanya, yaitu selalu merasa lapar(mirip ruffy di onepiece). Makanan yang seharusnya dimakan bertiga dapat dimakannya sendiri (tuh kan, manusia karet kalee ni orang).
Lama kelamaan, Putera selalu membuat jengkel ayahnya. Jika disuruh membantu pekerjaan orang tua, ia selalu menolak (kaya anak sekarang nih..). Istri Petani selalu mengingatkan Petani agar bersabar atas ulah anak mereka. “Ya, aku akan bersabar, walau bagaimanapun dia itu anak kita!” kata Petani kepada istrinya. “Syukurlah, kanda berpikiran seperti itu (jadul baget bahasanya). Kanda memang seorang suami dan ayah yang baik,” puji Puteri kepada suaminya (seandainya Dian Sastro berkata demikian padaku “mengkhayal.com”).
Memang kata orang, kesabaran itu ada batasnya. Hal ini dialami oleh Petani itu (namanya juga orang batak). Pada suatu hari, Putera mendapat tugas mengantarkan makanan dan minuman ke sawah di mana ayahnya sedang bekerja. Tetapi Putera tidak memenuhi tugasnya. Petani menunggu kedatangan anaknya, sambil menahan haus dan lapar. Ia langsung pulang ke rumah. Di lihatnya Putera sedang bermain bola (wow, jaman itu bola udah ada, kira2 pendukung tim mana anak itu ya...). Petani menjadi marah sambil menjewer kuping anaknya. “Anak tidak tau diuntung ! Tak tahu diri ! Dasar anak ikan !,” umpat si Petani tanpa sadar telah mengucapkan kata pantangan itu (waduh!!!!).
Setelah petani mengucapkan kata-katanya, seketika itu juga anak dan istrinya hilang lenyap. Tanpa bekas dan jejak. Dari bekas injakan kakinya, tiba-tiba menyemburlah air yang sangat deras dan semakin deras. Desa Petani dan desa sekitarnya terendam semua. Air meluap sangat tinggi dan luas sehingga membentuk sebuah telaga. Dan akhirnya membentuk sebuah danau. Danau itu akhirnya dikenal dengan nama Danau Toba. Sedangkan pulau kecil di tengahnya dikenal dengan nama Pulau Samosir.
Inti dari cerita tersebut mungkin bahwa jika kita di titipkan sesuatu oleh yang maha kuasa kita harus bersyukur, tidak sombong, menjaganya serta sabar. Daripada di ambil kembali oleh Tuhan. Pesan lain, jadi anak harus menurut kepada orang tua. Bantulah orangtua.
Hooaaammm....
Sekian tulisan saya tentang asal-usul danau toba. Dan liburan tahun baru saya pun menyenangkan. Tapi begitu menginjakkan kaki di bandara SoeTTa koq balik lagi mood, lemes.....kejamnya Jakarta).
No comments:
Post a Comment