Pemilu tahun 2014 tinggal satu bulan lagi dan saya masih
belum mempunyai pilihan untuk calon legislatif (caleg). Walau setiap hari saya
melihat foto-foto caleg tertempel di pohon-pohon setiap saya beraktivitas.
Mungkin persepsi saya yang sudah terlanjur negatif jika dihubungkan dengan
celeg. Pertama-tama saya ingin mendeskripsikan caleg menurut saya adalah calon
anggota legislatif yang akan mewakili saya di tingkat DPD, DPR, dan DPRD. Dan
mereka yang di beri kekuasaan untuk membuat undang-undang. Karena mereka saya
pilih mewakili saya merumuskan untuk kepentingan saya atau pemilih mereka
(caleg). Seperti yang saya ketahui bahwa negara Indonesia menganut Trias
Politika dimana kegiatan politik mencakup legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Legislatif adalah wewenang untuk membuat undang-undang
dan tugas legislatif ini di pegang DPR. Eksekutif adalah kekuasaan untuk
mengeksekusi atau menjalankan UU. Tugas eksekutif dipegang dan jajaran
pemerintah di bawahnya. Sedangkan untuk yudikatif adalah kekuasaan untuk
mengadili jika ada pelanggaran terhadap UU.
Pemilihan umum adalah perwujudan kedaulatan rakyat untuk
menghasilkan pemerintahan yang demokratis. Namun kenyataannya rakyat tidak menganggap
ini sebagai pesta demokratis. Pemilu seperti ajang beberapa oknum yang
mempunyai uang banyak mendapatkan jabatan sebagai calon legislatif.
Pada pemilu yang akan datang akan timbul beberapa
fenomena caleg walau sebenarnya fenomena ini sudah terjadi pada pemilu-pemilu
sebelumnya. Munculnya caleg muda sebagai dinamisasi demokrasi tersebut. Tetapi
dinamisasi demokrasi bisa menjadi lebih ”liar” dan terkadang overakting. Sudah
dapat dipastikan kemudian secara alamiah bahwa dinamisasi ini membawa dampak
positif maupun negatif.
Dengan munculnya caleg muda berarti muncul wajah-wajar
baru yang mengajukan diri. Disebut
dinamis karena wajah-wajah baru kemungkinan akan mengantikan anggota-anggota
dewan yang lama agar tidak statis atau itu-itu saja.
Kemunculan caleg-caleg muda ini kemudian mengundang sejumlah kontroversi dan
keraguan akan kredibilitas mereka. Mereka yang ingin maju sebagai calon legislatif
ini karena memiliki prestasi yang dapat berguna ketika mengabdi kepada negara
atau hanya ingin ikut berpesta demokrasi dengan hanya ikut-ikutan. Bahkan
beberapa celeg muda sekarang kesannya mengangap pemilu sebagai ajang untuk
mencari “pekerjaan”. Maksud “pekerjaan” ini adalah mendapatkan jabatan dan
penghasilan yang lebih bagus dari
pekerjaan yang selama ini ditekuni.
Untuk melihat seorang calon legislatif berprestasi atau
tidak saya bisa melihat rekam jejak
(track record) calon tersebut di tengah masyarakat. Apa saja prestasi yang ia
tunjukan paling tidak di hadapan masyarakat yang dia wakili. Biasanya caleg
muda kurang memiliki wibawa dibandingankan caleg yang telah “berumur” tapi
justru disinilah tantang para caleg-caleg muda “menjual” kelebihan mereka.
Lain halnya jika yang kita temuin sosok caleg yang baru
“melek” politik atau di wilayah perumahan saya caleg yang baru lulus pendidikan
formalnya baru “kemaren”. Ini fenomena yang terjadi pada pemilu tahun 2014.
Tapi dengan mencantumkan tokoh-tokoh politik ternama atau pahlawan nasional
mereka (caleg muda) berharap dapat dipilih masyarakat. Pencantuman gambar tokoh
politik maupun pahlawan pada poster-poster caleg biasanya di tujukan kepada
masyarakat yang mengidolakan tokoh atau pahlawan tersebut. Kesan yang
ditimbulkan adalah caleg muda ini memiliki wibawa atau karisma yang mirip
dengan tokoh atau pahlawan tersebut.
Berbicara caleg muda tentu tidak bisa lepas dengan usia
mereka yang muda. Tetapi di beberapa daerah termasuk daerah saya terdapat caleg
dibawah umur. Tujuan mereka adalah merebut kekuasaan dan pendapatan yang besar.
Ini juga mencerminkan bahwa mental para pemuda yang seharusnya memiliki
idealisme yang tinggi malah dirusak oleh hawa nafsu kekuasaan. Hal ini bisa
menjadi “degradasi moral” pada bangsa Indonesia.
Berbicara caleg memang banyak yang bisa dibahas. Caleg
muda adalah salah satu fenomena yang terjadi menjelang pemilu tahun 2014. Beda
hal dengan caleg dari kalangan selebriti atau dunia hiburan. Biasanya mereka
disebut caleg artis. Caleg artis di pemilu tahun ini cenderung mengalami
kenaikan. Dan ini merupakan tantangan partai politik dalam melakukan kaderisasi
yang bagus. Tapi yang terjadi partai politik seperti kekurangan kader caleg
yang bisa mewakili aspirasi masyarakat dan cenderung mencari jalan pintas
dengan berharap pada popularitas caleg artis. Popularitas caleg artis digunakan
partai politik untuk menambah jumlah pemilih.
Melakukan kampaye agar caleg dipilih itu tidak dilarang
dan sah. Tetapi fenomena yang terjadi pada tahun 2014 adalah banyaknya caleg
dan partai politik yang memasang alat peraga di pepohonan. Tidak sekedar
dipasang, alat peraga yang berupa spanduk, baliho, dan lainnya juga di pasang
dan dipaku ke pohon. Saya pun hampir setiap hari menemui gambar caleg dipohon,
bahkan di tiang telepon depan rumah saya dipasang. Beberapa tetangga pun ada
yang tidak suka dengan adanya penempelan poster caleg ditembok rumah mereka.
Selain tidak meminta izin kegiatan itu juga menganggu keindahan.
Dengan kursus politik kilat, mereka para caleg berpikir
bahwa akan mampu menghasilkan legislator yang kompeten, kapabel, berkualitas,
dan berintegritas. Padahal para legilator itu akan mengurus negara yang begini
besar dengan kompleksitas permasalan pembangunan nasionalnya. Oleh sebab itu, tidak
mungkin tanpa memahami permasalahan mustahil para caleg yang hanya berbekal
kursus politik kilat tidak akan berhasil atau
mewakili aspirasi masyarakat tempat dia dipilih. Cara kilat tersebut semakin
tidak berguna jika ia tidak pernah terjun ke lapangan dan mendapatkan aspirasi
dan masalah didalam masyarakat.
Beberapa hal tentang caleg yang membuat saya tidak habis pikir adalah
cara partai politik yang mencoba memenuhi persyaratan 30% keterwakilan caleg
perempuan. Seminggu yang lalu pernah saya baca berita disalah satu media online bahwa ada caleg disalah satu
partai caleg perempuannya merupakan model majalah dewasa. Saya kira itu membuat
suatu partai tidak berwibawa dan caleg yang akan mewakili daerahnya akankah
bisa membawa aspirasi masyarakat jika caleg tersebut tidak mengerti politik?
Caleg yang tidak memenuhi syarat tidak akan
membawa bangsa kita menuju kemajuan sebaliknya membawa kemunduran.
Keberhasilan bangsa dan negara tergantung dari caleg yang
kita pilih, jika mereka memenuhi syarat dan dapat menjalani tugasnya maka kita
akan dibawa ke arah yang lebih baik. Namun jika salah pilih caleg
konsekuensinya harus kita terima 5 (lima) tahun kedepan. Selamat memilih...selamat mencoblos...
No comments:
Post a Comment